Usai sudah kemelut yang terjadi dalam tubuh PSSI. FIFA sebagai federasi sepakbola tertinggi dunia akhirnya membekukan PSSI dibawah kepengurusan Nurdin Halid. FIFA menganggap bahwa kepengurusan Nurdin Halid tak sesuai dengan statuta FIFA yang menyatakan bahwa Ketua Umum asosiasi sepakbola harus tidak pernah terlibat dalam sebuah kasus kriminal yang oleh Nurdin dkk. telah dibelokkan isinya.

Secara prinsip kemelut PSSI dimulai kekalahan TIMNAS Indonesia dalam final AFF cup yang lalu. Banyak pihak mengklaim bahwa ada permainan dibalik kekalahan Garuda Indonesia. Mulai dari kecurigaan saat para pemain yang semestinya dikarantina malah diundang kesana kemari. Juga adanya laporan bahwa dua pengurus PSSI memasuki kamar ganti pemain saat jeda pertandingan. Serta sorotan laser yang membuyarkan kosentrasi pemain Indonesia.

Memang terlalu naif menjadikan faktor nonteknis menjadi kambing hitam kekalahan. Bagi saya Indonesia memang kalah segalanya. Mulai dari segi fisik, strategi juga mental pemain. Yang lalu biarlah berlalu. Tugas kita sekarang bagaimana cara agar persepakbolaan Indonesia semakin maju dimasa mendatang.
Lahirnya Liga Primer Indonesia (LPI) menambah betapa bobroknya persepakbolaan Indonesia. Liga sepakbola yang diistilahi oleh Sepp Blatter sebagai “run away league” merupakan aksi dari sebagiab pihak yang lebih menginginkan transparansi organisasi dan ingin menjadikan liga yang profesional dan mandiri tanpa sokongan dana dari APBD.

PSSI pun kebakaran jenggot dengan mengambil tindakan tidak mengundang para pengurus klub yang mengikuti LPI dalam kongres PSSI yang berlangsung di Bali. Seperti menyiram bensin diatas api, PSSI mencoret nama-nama pemain yang bermain di LPI seperti Irfan Bachdim dan Andik Virmansyah yang sebelumnya telah mengikuti seleksi TIMNAS pra olimpiade.

FIFA akhirnya terpanggil mengatasi kisruh PSSI. Komite Darurat FIFA mengambil sikap turun tangan langsung dalam proses rekonsiliasi agar roda sepakbola nasional bisa kembali ke jalur yang benar.

Komite Normalisasi dibentuk untuk menggantikan Komite Eksekutif PSSI. Komite Normalisasi yang diketuai mantan Ketua Umum PSSI, Agum Gumelar, juga bertindak selaku Komite Pemilihan yang akan mengorganisir pemilihan Ketua Umum PSSI periode 2011-2015. Kebijakan ini didasari estimasi bahwa Nurdin Halid, Ketum PSSI saat ini, dianggap tidak cakap dalam memimpin.

FIFA juga menemukan fakta Nurdin serta Sekretaris Jenderal Nugraha Besoes tidak mampu mengejewantahkan Electoral Code Standar FIFA dalam menggelar kongres pembentukan Komite Pemilihan yang nantinya akan menggodok calon Ketum PSSI 2011-2015. Seperti diketahui, Nugraha telah dianggap berbohong oleh FIFA dengan mengatakan induk asosiasi sepakbola internasional itu meminta kongres PSSI di Pekanbaru pada 26 Maret lalu dibatalkan.

Atas dasar laporan delegasi FIFA yang diutus ke Pekanbaru, Riau, dan mempelajari fakta-fakta lain, Komite Darurat FIFA mengambil kesimpulan: Ketum PSSI (Nurdin) telah kehilangan kredibilitas di mata publik nasional dan tidak lagi memiliki posisi legal dalam mengawal proses mengatasi krisis yang tengah menimpa persepakbolaan Indonesia.

Menarik untuk menunggu bagaimana kinerja Komite Normalisasi kedepan. Lebih jauh lagi mudah2an persepakbolaan tanah air kembali hidup dan menjadi macan asia.

DENGAN KOMITE NORMALISASI, SEPAKBOLA INDONESIA MENJADI KEMBALI NORMAL.

AMIEN……